Social Icons

twitter facebook google plus linkedin rss feed email

Saturday, July 10, 2010

Pak Margo, Guru Paling Sabar Sedunia. Tapi…


Saat baru duduk di bangku SMP, satu kebiasaan yang hampir dilakukan seluruh siswa baru adalah saling mencari informasi ‘semua hal’ tentang guru yang mengajar setiap mata pelajaran. Ya cara ngajarnya, kebiasaan di kelas, killer apa enggak, suka ngasih PR apa enggak, sampai nyari tau apakah guru tersebut suka nyuruh murid maju ke depan apa enggak. Namanya juga baru masuk SMP, yang jauh beda saat masih di SD, yang gurunya cuma itu-itu juga – guru kelas yang mengajar semua mata pelajaran – kecuali guru agama yang berbeda.

Dari investigasi antar kelas tersebut, muncul satu nama yang menjadi guru favorit – bukan karena keren, cara ngajarnya bagus atau apa – yaitu Pak Margo Utomo, yang terkenal karena kesabarannya yang luar biasa. Memang sih, beliau kalau menerangkan di depan kelas, suaranya tidaklah terlalu keras dan tetap menerangkan (cuek?) walau muridnya pada bertingkah aneh-aneh. Mau ngobrol kek, mau main kapal-kapalan kek, atau malas-malasan senderan di kursi juga dibiarkan. Paling-paling beliau cuma ngomong, “Ayo cah.., cubo nyimak neng papan tulis!” (= Ayo anak-anak.., coba perhatikan ke papan tulis!).

Kesabaran Pak Margo Utomo yang sudah terkenal seantero SMP Negeri 1 Tumpang ini, kadang memang ada sisi positifnya, yaitu mata pelajaran Bahasa Jawa – yang diajarkan beliau – mudah dicerna dan bukan menjadi momok menakutkan. Dianggap menakutkan, karena harus menghafal (dan bisa menulis) aksara Jawa, yang sudah sangat jarang terlihat. Cuma ada sisi negatifnya juga, yaitu anak murid jadi kurang ngajeni (=menghargai) Pak Margo, sehingga muncul perbuatan ngelamak (=kurang ajar) dari murid terhadap gurunya. Misalnya saja, saat Pak Margo pulang mengendarai sepeda pancal-nya di jalan raya, murid-muridnya berlomba-lomba untuk nyorakin, sehingga kadang Pak Margo jadi kurang konsentrasi dan tertatih-taih dalam mengendarai sepedanya.

Tetapi, sesabar-sabarnya Pak Margo, pernah juga meluapkan kemarahan yang luar biasa di kelas. Ini terjadi saat aku duduk di kelas II. Saat pelajaran Bahasa Daerah, Pak Margo menanyakan kepada kami apakah sudah bisa dimengerti atau ada yang mau bertanya. Karena semua diam (tidak menghiraukan ?), Pak Margo ganti bertanya kepada kami tentang materi yang baru dijelaskan. Nah, ketika giliran Herman – mudah-mudahan aku tidak salah sebut nama – ditanya berulang-ulang tidak menjawab, malah menelungkupkan wajahnya di meja. Merasa tidak dihiraukan, Pak Margo mendekati meja Herman, yang persis di samping mejaku. Bertanya lagi, tetapi tidak dijawab oleh Herman (yang belakangan ketahuan kalau dia malah pulas tertidur!).

Dengan menahan amarahnya yang amat sangat – terlihat dari wajahnya memerah dan giginya bergemerutuk – Pak Margo dengan kekuatan penuh menggampar kepala Herman. Seluruh kelas langsung senyap, ketakutan. Tidak biasanya Pak Margo berlaku seperti itu. Herman yang terkaget (dan terbangun dari tidurnya) langsung menangis, entah takut atau kesakitan. Begitu sampai depan kelas, Pak Margo dengan suara bergetar meminta maaf atas perbuatannya, sambil mengatakan bahwa beliau tidak akan berbuat seperti itu kalau murid-muridnya tidak keterlaluan memperlakukannya.

Luar biasa! Mestinya ini pelajaran yang sangat berharga bagi siapapun – termasuk kami yang saat itu ada di dalam kelas – bahwa sifat sabar bukan berarti tidak bisa marah dan boleh diperlakukan semaunya. Pak Margo telah memberikan contoh tauladan dalam bersikap sebagai seorang guru: menerangkan, menanyakan, memperingatkan, bertindak, dan meminta maaf. Ya, sebuah sikap yang harus ditunjukkan seorang guru, ketika murid-muridnya sudah (mencoba untuk) tidak menghargai gurunya sendiri!
»»  Baca Selengkapnya...