Social Icons

twitter facebook google plus linkedin rss feed email

Wednesday, November 10, 2010

Terlatih Jadi Pemimpin untuk Pertama Kalinya


Selama menjalani sekolah di tingkat dasar (SD) 6,5 tahun -- ya benar, enam tahun enam bulan, karena di Januari 1979 semua jenjang sekolah di Indonesia diperpanjang enam bulan, yang semula kenaikan kelas di tiap akhir tahun (bulan Desember) dirubah menjadi bulan Juni kenaikan kelasnya -- aku belum pernah diajarkan ke-Pramuka-an secara benar. Memang ada kegiatan Pramuka, tetapi disisipkan pada pelajaran olahraga dan kesehatan, selang-seling tiap minggunya. Itupun lebih banyak pada hafalan Dasa Dharma dan mengenal simbol-simbol tanda jejak serta lagu-lagu pramuka.

Nah, ketika aku sudah selesai menjalani Ebtanas dan tinggal nunggu hasil, ternyata di lapangan kecamatan yang jaraknya kira-kita satu kilometer dari rumahku, diadakan perkemahan Pramuka tingkat SD (Penggalang) se Kecamatan Pakis, selama 2 hari (sabtu-minggu), dalam rangka memeriahkan Jambore Nasional Pramuka ke-3 dan Jambore Pramuka Asia Pasifik ke-6, yang diadakan di Cibubur, Jakarta Timur.

Untuk yang tingkat kecamatan ini, sekolahku ikut serta juga, dan yang dikirim adalah adik-adik kelas V. Entah dapat tenda darimana, dan bagimana adik-adik itu bisa mengikuti kegiatan -- karena setahuku di SD memang tidak ada pelajaran Pramuka -- yang pasti pada suatu petang (selepas maghrib) aku diajak Rochim dan Bagong, teman sekelas yang sama-sama selesai Ebtanas, untuk melihat perkemahan di lapangan tersebut.

Ironisnya, tenda SD Pakisjajar I – ini nama sekolahku – masuk kategori yang cukup memprihatikan, selain tendanya berukuran kecil, oleh panitia juga ditempatkan di deretan paling belakang dari 3 lajur yang ada. Dan sekolahku ternyata cuma mengirim regu laki-laki saja. Saat ketemu Pak Sunanto, guru yang selama ini merangkap mengajar Pramuka, beliau mengemukakan kalau cuma 6 anak yang datang ikut perkemahan dari yang seharusnya 10 orang. Intinya, Pak Nanto minta kami bertiga bersedia ikut berkemah dan menyuruh kami pulang kembali untuk ganti pakaian Pramuka dan membawa perlengkapan kemah seadanya.

Singkat cerita, malam itu kami ber-3 bergabung di regu Pramuka sekolahku, dan secara sepihak Pak Nanto dan teman-teman memilih aku sebagai Ketua Regu. Dan yang tanpa aku duga, Pak Nanto pamit tidak bisa menemani kami selama perkemahan karena ada acara keluarga yang harus beliau hadiri. Ya, apa boleh buat, toh ini hanya perkemahan penggembira saja, pikirku saat itu.

Tapi, yang aku pikirkan berbeda 180 derajat, karena esok harinya setelah apel pagi, semua SD  peserta perkemahan wajib mengikuti lomba penjelajahan dan dapur umum serta kebersihan tenda, baik putra maupun putri. Gawaaat.., aku harus cepat mengambil keputusan sekaligus bagi tugas, yakni 6 orang ikut penjelajahan dan 3 sisanya ikut lomba dapur umum sekaligus menjaga tenda agar tetap rapi dan bersih. Yang kami bingungkan saat itu, kami tidak tahu harus berbuat apa saat lomba nanti, karena memang belum pernah diajarkan. Belum lagi perlengkapan yang kami bawa juga seadanya.

The show must go on, sebelum start penjelajahan, aku katakan pada anggota reguku untuk selalu memperhatikan regu (sekolah) lain dalam melakukan prosesi apapun, baik itu cara hormat memakai tongkat, mengerjakan tugas di lapangan, maupun memecahkan tanda jejak. Entah dapat ‘kekuatan’ darimana, aku tak pernah kendor memberi semangat pada reguku agar tidak minder pada regu lain yang seragam dan perbekalannya lengkap, teknik kepramukaannya mumpuni dan selalu didampingi pembinanya. 

Alhamdulillah, semua rintangan dapat kami atasi, pertanyaan dan tanda jejak kami jawab dan lewati dengan lancar, meski tidak sempurna. Tidak ada terlihat wajah kecapekan dari kami ber-6. Begitu tengah hari memasuki finish dan kembali ke tenda, kami masih semangat dan penuh canda, meski yang kami temui di tenda hanyalah air putih, roti sepotong dan mie rebus (tanpa nasi, karena memang tidak ada yang berbekal beras).

Ya, itulah pengalaman pertamaku sebagai ‘pemimpin’ yang harus membuat ‘keputusan’ cepat dalam kondisi darurat. Itulah kali pertama aku tidak merasakan sakit dan ngilu di kakiku meski terkilir saat menyeberang sungai paling depan (sebagai pimpinan regu aku tidak mau terlihat 'sakit' di depan anak buahku). Setidaknya, kegiatan Pramuka di akhir aku menempuh bangku SD ini sudah memberiku pelajaran berharga, yang kelak akan menjadi dasar bagi kegiatanku berikutnya di organisasi-organisasi yang aku ikuti. 

Dan,adalah benar bahwa seorang pemimpin terlahir karena tempaan di ‘lapangan’, bukan karena latihan dan teori-teori semata !
»»  Baca Selengkapnya...