Wuiiih…,
judulnya penuh (mengandung) kesombongan ya? Hehehe.., tidak juga sebenarnya.
Karena membuat tulisan pada dasarnya sama seperti kita berbicara lisan, harus
punya pola, struktur dan juga perbendaharaan kata yang cukup. Setelah itu,
tinggal merangkainya saja. Dan seperti
bicara lisan, saat menulis pun kita harus sesuaikan siapa yang dihadapi.
Maksudnya, apakah untuk konsumsi anak-anak, remaja, ataupun umum. Setidaknya,
begitulah yang aku alami, sekaligus aku katakan setiap ditanya bagaimana cara
membuat tulisan yang enak – emangnya makanan ya – dibaca ?
Its okay..,
ini adalah jabawan dari beberapa pertanyaan teman-teman pengunjung beberapa
blog-ku – ketahuan kan, kalau aku punya blog lebih dari satu – yang menanyakan
bagaimana memulai menulis, menemukan ide tulisan, sampai menentukan jenis
tulisan. Agar aku tidak berulang menuliskan lagi, berikut cuplikan tulisan dari
blog yang aku kelola, yang aku buat di awal tahun 2009 silam, dengan judul:
Ternyata Menulis Itu Gampang. Begini ceritanya:
Aku jadi
ingat, sekitar awal tahun 1989 aku pernah menjadi (salah satu) pembicara/tutor
Latihan Jurnalistik Tingkat Dasar untuk adik-adik pengelola Majalah Widya Wiyata (Wita)
dan beberapa pengurus OSIS di SMAN 1
Tumpang. Waktu itu aku sempat membuat diktat sebagai panduan (lengkap, mulai
menulis opini, features, berita/news, sampai teknik
wawancara & tata letak/lay out). Tujuannya, supaya adik-adik SMAN
Tumpang ndak "ketinggalan" kalau ngomong masalah jurnalistik dan
permasalahan majalah sekolah dengan
SMA di kota atau daerah lain. Tapi, ya itu tadi, ternyata ilmu itu hanya bisa
diterapkan dalam satu tahun kepengurusan. Ketika ganti pengelola, sama sekali
tidak berjalan.
Agar tidak bertele-tele, ini ada TIPS ala kadarnya yang paling
gampang diterapkan untuk memulai belajar menulis, yaitu:
Tahap Pertama (untuk latihan) :
Apa yang ada di pikiran kita, coba dieksploitasi semua (dan diimplementasikan)
dalam bentuk tulisan. Biarkan mengalir begitu saja, gak usah dipikirkan, Ini
baik apa enggak ya? Yang penting ditulis. Persis sama kalau kita ngomong atau nggedabyah,
apa nulis surat cinta gitu... (tapi, yang ini melalui tuts keyboard bukan
melalui mulut).
Tahap Kedua : Coba dibaca lagi
apa yang sudah kita tulis tadi, ada yang janggal enggak? Ada yang bertele-tele
enggak? Ada kata-kata yang terlalu baku enggak? Ada yang kurang lucu enggak?
(untuk yang nulis lucu-lucuan), Atau, ada yang kurang jelas enggak? Nah..,
ditahap ini barulah kita koreksi, mana yang perlu dirubah, mana yang perlu
ditambah atau dibuang. Persis kayak ngoreksi karangan. Jaman masih memakai
mesin ketik dulu, untuk tulisan pertama mesti harus menggunakan 2 spasi, agar
ada ruang kosong buat nyoret dan koreksi. Kalau sekarang sih ndak perlu lagi,
di komputer tinggal di-delete, beresss !
Tahap Ketiga : Baca lagi! Udah
pantas belum? Tapi, menurutku, pantas gak pantas memang harus di publish dulu.
Biarkan teman-teman yang menilai. Makin sering kirim tulisan, makin terlatih
otak kita memilih kata-kata yang enak dan pas (termasuk juga penempatan tanda
baca lho!).
Tahap Keempat : Biasakan membaca
tulisan di majalah, koran atau tulisan teman sendiri. Perhatikan karakter
tulisan tersebut (jelas beda lho, mana tulisan berita/news, features, fiksi, ilmiah,
dll). Dari situ kita bisa "belajar" , oooh ternyata gitu to nulis features itu?
Oooh kalau tulisan news ternyata harus hemat kata (nggak
bertele-tele). Dan seterusnya, dan seterusnya. Lantas ? ya coba aja nulis
sendiri dulu....
Tahap kelima : Segera menulis
sendiri. Jangan keenakan baca tulisan ini (emang nggak capek sambil kerja disuruh
ngetik tulisan ginian? Emang gue cowok
apaan? hehehe...). Ciao !
*** Tulisan ini pernah dimuat di milist
Yahoogroups “ smantumpang”,
dan blog smantumpang.blogspot.com (Januari 2009) dengan
perubahan seperlunya.